Kisah Keberanian Zaid bin Khattab dalam Perang Yamamah yang Menggetarkan
Almansors – Zaid bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sangat pemberani. Ia merupakan kakak kandung Umar bin Khattab RA, khalifah kedua dalam sejarah Islam. Sejak awal dakwah Islam, Zaid termasuk kelompok Muhajirin yang pertama memeluk agama Allah. Dengan nama lengkap Zaid bin Khattab bin Nufail al-Adawi al-Qurasyi, ia berasal dari Bani ‘Adi, salah satu kabilah Quraisy yang terpandang. Sejak masa hidup Nabi, ia selalu berada di garis depan untuk membela kebenaran dan melindungi umatnya.
Sepanjang hidupnya, Zaid dikenal tidak pernah ragu mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan Islam. Ia hadir dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah SAW. Keberanian, keteguhan iman, serta sikap rendah hati menjadikannya sosok yang sangat dihormati oleh sahabat lainnya. Dengan keyakinan yang kuat kepada Allah, ia menjalani setiap perjuangan tanpa mengharapkan pujian ataupun kedudukan duniawi.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, umat Islam menghadapi banyak tantangan. Salah satu yang paling berat terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Perang Yamamah. Konflik ini dipicu oleh pemberontakan dan kemunculan nabi palsu bernama Musailamah al-Kazzab. Ia menyesatkan masyarakat Bani Hanifah dan berupaya menghancurkan persatuan umat Islam. Oleh sebab itu, pasukan muslim bergerak untuk menggagalkan penyimpangan tersebut dan menjaga kemurnian agama.
Baca Juga : Leap Castle, Benteng Paling Angker di Irlandia yang Menyimpan Seribu Kisah Kelam
Dalam perang besar itu, Khalid bin Walid RA dipercaya sebagai panglima. Namun, panji pasukan Islam diserahkan kepada Zaid bin Khattab. Penyerahan ini bukan tugas biasa. Panji adalah simbol kehormatan dan keberanian di medan perang. Karena itu, amanah tersebut menunjukkan betapa besar kepercayaan para sahabat kepada keimanan dan integritas Zaid. Ia pun menerimanya dengan hati mantap, demi tegaknya kalimat Allah.
Musailamah tidak hanya mengumpulkan ribuan pengikut. Ia juga didukung oleh seorang mantan sahabat bernama Rajjal bin Unfuwwah. Rajjal pernah dikenal sebagai penghafal Al-Qur’an. Namun, ia kemudian murtad dan menyebarkan kebohongan untuk mendukung Musailamah. Ia bahkan menggunakan ilmunya untuk menipu masyarakat. Para sahabat meyakini bahwa Nabi telah memberi isyarat tentang bahaya besar dari sosok semacam Rajjal. Karenanya, keberadaannya menjadi target penting dalam peperangan tersebut.
Ketika pertempuran dimulai, pasukan muslim sempat terdesak. Jumlah pengikut Musailamah sangat besar dan serangan mereka begitu agresif. Namun, di tengah keadaan genting itu, Zaid bin Khattab berdiri kokoh. Ia mengangkat panji tinggi-tinggi dan menyeru kaum muslimin agar tidak mundur. Dengan suara lantang, ia mengingatkan pasukan untuk terus berjuang demi Allah, meski nyawa menjadi taruhannya. Ucapannya membangkitkan semangat para pejuang Islam.
Dengan tekad kuat, Zaid menerobos barisan lawan. Tujuannya jelas: menghadapi Rajjal bin Unfuwwah. Setelah pertarungan sengit, ia berhasil membunuh sang pengkhianat itu. Kematian Rajjal mengguncang moral pasukan Musailamah. Semangat mereka melemah, sementara pasukan Islam justru bangkit penuh keberanian. Momen ini menjadi titik balik kemenangan pada Perang Yamamah.
Setelah memastikan kemenangan Islam semakin dekat, Zaid tetap berada di garis depan. Ia terus berperang hingga akhir hayatnya dan gugur sebagai syahid. Berita wafatnya membawa kesedihan mendalam. Umar bin Khattab RA kemudian berkata, “Semoga Allah merahmati Zaid, ia mendahuluiku dalam dua keutamaan: masuk Islam lebih dahulu dariku dan syahid lebih dahulu dariku.” Ucapan ini menjadi bukti betapa mulianya posisi Zaid di mata sahabat dan umat Islam.