Ilustrasi
Almansors – Kisah Nabi Musa AS menjadi salah satu cerita paling agung dalam sejarah para nabi. Ia lahir di tengah kekuasaan Firaun yang zalim dan menindas Bani Israil. Dari awal kehidupannya, tanda-tanda kebesaran Allah sudah terlihat. Saat bayi, Musa dihanyutkan ke Sungai Nil oleh ibunya agar selamat dari perintah kejam Firaun yang membunuh setiap bayi laki-laki. Namun takdir berkata lain, sang bayi justru ditemukan dan dibesarkan di istana Firaun, oleh istri sang raja yang berhati lembut, Asiah.
“Baca juga: Misteri Hilangnya Pesawat Malaysia Airlines MH370 Masih Jadi Tanda Tanya Dunia“
Kehidupan di istana membuat Nabi Musa AS tumbuh sebagai sosok yang cerdas dan kuat. Meski dibesarkan di lingkungan kemewahan, hatinya selalu berpihak pada kebenaran. Allah menyiapkannya melalui berbagai ujian hingga akhirnya Musa harus meninggalkan Mesir setelah secara tidak sengaja membunuh seorang lelaki Mesir yang menindas kaumnya. Di tanah pengasingan, ia menemukan kedamaian, menikah, dan memulai babak baru kehidupannya sebagai hamba yang dipilih untuk misi besar.
Suatu hari, dalam perjalanan pulang dari Madyan, Nabi Musa AS menerima wahyu di Bukit Tursina. Di sana, Allah berbicara langsung kepadanya, memberinya tongkat sebagai mukjizat, dan memerintahkannya kembali ke Mesir untuk membebaskan Bani Israil. Meskipun awalnya ragu dan takut, Musa menerima tugas itu dengan penuh keimanan. Ia tidak sendirian, sebab Allah mengutus saudaranya, Harun, untuk mendampinginya dalam menyampaikan risalah.
Ketika kembali ke istana, Musa berdiri di hadapan Firaun dan dengan tenang menyeru agar penguasa Mesir itu beriman kepada Allah. Namun Firaun yang angkuh menolak. Ia menuduh Musa sebagai penyihir yang ingin menggulingkan kekuasaannya. Sebagai jawaban, Musa menunjukkan mukjizat: tongkatnya berubah menjadi ular besar dan tangannya bercahaya putih bersinar. Tetapi Firaun tetap keras kepala. Dari situlah, dimulailah pertempuran antara kebenaran dan kesombongan.
Penolakan Firaun membawa Mesir ke dalam serangkaian bencana. Air berubah menjadi darah, wabah menimpa ternak, dan tanah subur menjadi tandus. Meski begitu, hati Firaun tidak juga luluh. Akhirnya, Allah memerintahkan Nabi Musa AS untuk membawa Bani Israil keluar dari Mesir. Di malam yang sunyi, mereka menyeberangi padang pasir, meninggalkan tirani menuju kebebasan. Namun Firaun, dengan kesombongannya, mengejar mereka bersama pasukan besar.
Ketika mereka tiba di tepi Laut Merah, jalan tampak tertutup rapat. Di belakang, pasukan Firaun semakin dekat. Namun Musa tidak gentar. Ia mengangkat tongkatnya sesuai perintah Allah, dan seketika laut pun terbelah menjadi dua, membuka jalan kering bagi Bani Israil. Saat Firaun dan pasukannya mencoba mengikuti, air laut kembali menutup, menelan mereka semua. Kisah ini menjadi simbol kekuasaan Allah atas segala kesombongan manusia.
“Baca juga: Penampakan Hantu Penunggang Tanpa Kepala di Meksiko Terekam CCTV Tahun 2025“
Setelah kebebasan diraih, Nabi Musa AS memimpin Bani Israil menuju tanah suci. Dalam perjalanan, Allah menurunkan Kitab Taurat di Bukit Tursina. Kitab ini menjadi pedoman hukum dan kehidupan bagi kaumnya. Namun ujian kembali datang. Saat Musa bermunajat, sebagian Bani Israil malah menyembah patung anak sapi. Perbuatan ini membuat Musa marah besar, tapi ia tetap berusaha membimbing mereka kembali ke jalan yang benar.
Sebagai pemimpin dan nabi, Musa menghadapi banyak ujian, baik dari luar maupun dari kaumnya sendiri. Namun, ia tidak pernah menyerah. Kesabarannya menghadapi pembangkangan umatnya menjadi teladan bagi seluruh manusia. Ia terus menanamkan nilai keimanan, kejujuran, dan kesetiaan kepada Allah. Dalam setiap langkahnya, Musa mengajarkan bahwa perjuangan di jalan kebenaran selalu membutuhkan pengorbanan dan keikhlasan.
Kisah Nabi Musa AS bukan sekadar sejarah, melainkan pelajaran abadi tentang keberanian, kesabaran, dan keimanan. Dari kelahirannya hingga akhir hidupnya, Musa menunjukkan bahwa pertolongan Allah selalu datang kepada mereka yang teguh di jalan kebenaran. Warisannya melalui Kitab Taurat menjadi dasar bagi ajaran para nabi setelahnya. Kisahnya mengajarkan bahwa tidak ada kekuasaan manusia yang mampu melawan kehendak Ilahi, dan bahwa setiap perjuangan yang dilandasi keimanan akan berujung pada kemenangan hakiki.