Almansors – Sejarah mencatat bahwa dunia Islam memainkan peran besar dalam pengembangan ilmu kedokteran kuno. Setelah kejayaan Yunani dan Romawi, peradaban Islam menjadi jembatan yang tidak hanya menyimpan pengetahuan lama, tetapi juga menambahkan inovasi baru. Di masa keemasan Islam, terutama pada abad ke-8 hingga ke-13, kota-kota seperti Baghdad, Kairo, dan Cordoba menjadi pusat ilmu pengetahuan yang memengaruhi dunia Barat berabad-abad kemudian.
“Baca juga: Pulau Poveglia di Italia, Misteri Kelam yang Dijuluki Pulau Neraka“
Salah satu kontribusi terbesar peradaban Islam adalah upaya penerjemahan karya medis Yunani ke dalam bahasa Arab. Naskah karya Hippocrates dan Galen diterjemahkan oleh para sarjana Muslim, lalu dikaji dan dikembangkan lebih jauh. Proses ini bukan hanya sekadar alih bahasa, melainkan juga memperkaya isi dengan penelitian dan pengalaman praktis yang lebih sesuai dengan konteks sosial dan budaya saat itu.
Ibnu Sina, atau dikenal di Barat sebagai Avicenna, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah kedokteran Islam. Karyanya yang berjudul Al-Qanun fi al-Tibb menjadi rujukan utama di universitas-universitas Eropa hingga abad ke-17. Buku ini tidak hanya membahas teori medis, tetapi juga diagnosis, pengobatan, hingga etika kedokteran. Warisan Ibnu Sina menunjukkan bagaimana ilmuwan Muslim mampu memadukan filsafat, sains, dan praktik medis secara harmonis.
Selain karya tulis, peradaban Islam juga memperkenalkan sistem rumah sakit modern pertama. Di Baghdad dan Damaskus, rumah sakit bukan hanya tempat merawat pasien, tetapi juga pusat penelitian dan pendidikan medis. Konsep pemisahan ruang untuk penyakit berbeda, penggunaan obat-obatan herbal, serta sistem administrasi yang rapi menunjukkan betapa maju pemikiran medis di dunia Islam kala itu.
Tokoh lain yang tak kalah penting adalah Al-Zahrawi, yang sering dijuluki “Bapak Bedah Modern.” Ia menulis ensiklopedia medis Al-Tasrif, yang berisi penjelasan detail mengenai prosedur pembedahan, penggunaan alat medis, hingga teknik menjahit luka. Bahkan, sebagian instrumen bedah yang ia rancang masih menjadi inspirasi bagi teknologi medis modern. Keberanian Al-Zahrawi dalam bereksperimen menunjukkan dedikasi ilmuwan Muslim terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
“Baca selengkapnya: Misteri Hutan Aokigahara di Jepang: Antara Keindahan dan Kisah Tragis“
Ilmu kedokteran dalam tradisi Islam tidak hanya berorientasi pada penyembuhan fisik, tetapi juga memperhatikan aspek moral dan spiritual. Para tabib Muslim meyakini bahwa kesehatan jasmani erat kaitannya dengan kondisi rohani. Prinsip ini membuat pelayanan medis di era Islam tidak sekadar teknis, melainkan juga penuh empati dan penghargaan terhadap martabat manusia.
Kontribusi peradaban Islam dalam ilmu kedokteran kuno meninggalkan jejak yang panjang. Penerjemahan naskah, inovasi rumah sakit, hingga karya tokoh-tokoh besar masih diakui hingga kini. Dunia Barat pun banyak berhutang pada tradisi keilmuan Islam yang melahirkan metode ilmiah dan pendekatan sistematis dalam medis. Dengan kata lain, Islam bukan hanya menyerap pengetahuan lama, tetapi juga memperkaya dan mewariskan kebijaksanaan yang masih relevan bagi dunia kedokteran modern.