Almansors – Sejak awal penyebarannya, Islam tidak hanya berkembang sebagai agama, tetapi juga sebagai fondasi peradaban yang kaya akan ilmu, seni, dan nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, kota-kota yang dulunya menjadi pusat kekuasaan dan keilmuan Islam kini tetap bersinar sebagai simbol kemajuan dan harmoni budaya. Dari Kairo hingga Jakarta, jejak kejayaan Islam masih terasa kuat—baik dalam arsitektur, pendidikan, maupun kehidupan masyarakatnya. Melalui artikel ini, kita akan menelusuri lima kota ber-sejarah Islam yang kini bertransformasi menjadi pusat peradaban modern dunia.
Pertama-tama, mari kita mulai dengan Kairo. Kota ini didirikan pada 969 M oleh Dinasti Fatimiyah dan segera berkembang sebagai pusat keilmuan Islam. Al-Azhar, yang berdiri pada 970 M, bukan hanya salah satu universitas tertua di dunia, tetapi juga masih aktif hingga kini. Selain itu, Kairo juga dikenal dengan pasar kuno seperti Khan el-Khalili serta bangunan ikonik seperti Masjid Sultan Hassan. Meskipun kini modern, dengan gedung–gedung tinggi dan museum, peninggalan sejarahnya tetap hidup. Jejak sejarah ini mampu menggabungkan kehidupan modern dan tradisi Islam dalam harmoni, menjadikan Kairo sebagai simbol keberlanjutan peradaban Islam di dunia kontemporer.
“Baca juga: Sidik Jari Koala yang Mirip Manusia: Keunikan dari Dunia Hewan“
Selanjutnya, ada Damaskus—salah satu kota tertua yang terus dihuni di dunia. Pada era Kekhalifahan Umayyah (661–750 M), kota ini menjelma sebagai pusat politik, budaya, dan ilmu Islam. Tidak mengherankan bila Masjid Umayyah dianggap sebagai mahakarya arsitektur Islam yang masih menginspirasi hingga kini. Walaupun kota ini telah mengalami konflik berkepanjangan, masyarakatnya tetap menjaga kerajinan tradisional, warisan manuskrip, serta pasar Abbasiyah. Dengan demikian, studi dan pengajaran Islam masih hidup di tengah kota tua, menjadikan Damaskus jantung kebudayaan Islam dari masa awal hingga kini.
Kemudian, kita beralih ke Cordoba. Kota ini merupakan pusat Kekhalifahan Umayyah Andalusia dari abad ke-8 hingga ke-11. Masjid Agung Cordoba (Mezquita) adalah contoh luar biasa perpaduan arsitektur Islami dan Hispano–Romawi. Lebih dari itu, Cordoba juga dikenal sebagai tempat para sarjana Muslim, Kristen, dan Yahudi saling berinteraksi secara intelektual. Ribuan manuskrip ilmiah diterjemahkan di kota ini dan disebarkan ke seluruh Eropa. Kini, Cordoba telah berubah menjadi pusat budaya dan pariwisata bersejarah. Melalui festival, pameran, dan pelestarian situs, kota ini tetap menjunjung nilai pluralisme dan dialog antaragama yang menjadi warisan Andalusia.
Tidak kalah menarik, Isfahan di Iran menjulang sebagai pusat seni dan kebudayaan pada masa Dinasti Safawi (abad ke-16–17). Kota ini menampilkan keindahan arsitektur Islam lewat Masjid Shah, Imam Square, serta taman-taman istana yang memukau. Di samping itu, Isfahan juga dikenal karena karya seni kaligrafi dan kerajinan tangan yang khas. Sampai sekarang, kota ini masih menjadi pusat produksi karpet, keramik, dan tekstil berkualitas tinggi. Dengan menggabungkan pelestarian bangunan klasik dan aktivitas publik yang hidup, Isfahan tetap menjadi kota yang memadukan sejarah dan modernitas dalam satu kesatuan utuh.
Terakhir namun tak kalah penting, Jakarta. Meskipun lebih muda dibandingkan kota-kota lain, Jakarta memiliki akar kuat dalam peradaban Islam di Nusantara. Monumen Nasional (Monas), misalnya, berdiri di bekas kompleks masjid dan pesantren sejak zaman VOC. Kini, Jakarta telah berkembang sebagai pusat ekonomi dan pendidikan Islam—dengan universitas Islam, pesantren urban, dan event keislaman internasional. Dengan kata lain, Jakarta adalah kota kosmopolitan yang tetap menjunjung nilai spiritual. Ia menunjukkan bahwa peradaban Islam bisa bersinergi dengan globalisasi, tanpa kehilangan akar lokal dan nilai luhur yang diwariskan.
Secara keseluruhan, kota-kota bersejarah Islam seperti Kairo, Damaskus, Cordoba, Isfahan, dan Jakarta membuktikan bahwa warisan masa lalu dapat menjadi fondasi kuat bagi perkembangan peradaban modern. Meskipun banyak dari kota tersebut telah melewati berbagai fase—dari masa kejayaan hingga konflik— mereka tetap mempertahankan identitas Islam yang kental dalam kehidupan sehari-hari. Kota-kota ini bukan hanya menjadi destinasi wisata religi atau sejarah, melainkan juga pusat budaya, ekonomi, dan intelektual yang terus berkembang. Dengan menjaga nilai-nilai luhur, mereka menunjukkan bahwa Islam dan kemajuan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling menguatkan dalam harmoni yang indah.