Sejarah Peradaban Islam: Asal-Usul dan Perjalanan Dinasti Idrisiyah
Almansors – Dinasti Idrisiyah dikenal sebagai salah satu tonggak penting dalam sejarah peradaban Islam karena merupakan dinasti Syiah pertama yang berdiri di kawasan Maghrib pada 172 H/789 M. Dinasti ini dipimpin oleh Idris bin Abdullah, keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Hasan bin Ali. Karena itulah, ia dianggap memiliki legitimasi spiritual yang kuat di mata pengikut Syiah. Selain itu, kehadiran dinasti ini juga menjadi awal penyebaran Syiah ke wilayah Maghrib secara damai, sebelum kemudian berkembang melalui jalur perdagangan, dakwah, dan interaksi sosial.
Kisah berdirinya Dinasti Idrisiyah berawal dari kekalahan kelompok keturunan Ali saat melakukan pemberontakan melawan Abbasiyah di Fakh, Madinah, pada 169 H/786 M. Setelah kekalahan itu, Idris bin Abdullah melarikan diri menuju Afrika Utara. Menariknya, pelarian ini justru membuka peluang besar ketika ia tiba di Maroko Utara dan diterima oleh suku Barbar Zenata. Dengan memanfaatkan statusnya sebagai keturunan Ali, Idris mendapat dukungan politik dan sosial yang cukup kuat untuk mendirikan kekuasaan baru yang kemudian dikenal sebagai Dinasti Idrisiyah.
Baca Juga : Kematian Misteri Suku Dayak Kenyah: Kutukan Leluhur atau Operasi Rahasia?
Setelah memperoleh dukungan dari suku Barbar, Idris bin Abdullah mulai membangun struktur pemerintahan yang menjadikan Fez sebagai pusat politik, ekonomi, dan keagamaan. Wilayah ini berkembang pesat karena letaknya yang strategis di jalur perdagangan antara Afrika, Timur Tengah, dan Eropa. Pada masa awal pemerintahan, Dinasti Idrisiyah menjadi simbol stabilitas dan integrasi antara penduduk lokal, imigran Arab, dan komunitas pedagang.
Pada kepemimpinan Idris I dan putranya Idris II, Dinasti Idrisiyah mencapai masa konsolidasi kekuasaan. Idris I berhasil menyatukan suku-suku Barbar dengan dukungan imigran Arab dari Spanyol dan Tripolitania. Sementara itu, Idris II memperkuat fondasi peradaban dengan membangun infrastruktur penting seperti istana, masjid, percetakan uang, dan saluran air. Karena kerja kerasnya, Idris II sering disebut oleh para ahli sebagai pendiri sejati Dinasti Idrisiyah.
Ketika tampuk kepemimpinan beralih ke Muhammad bin Idris, dinasti ini memasuki fase ketenangan. Wilayah Dinasti Idrisiyah terbagi menjadi delapan bagian yang dipimpin oleh delapan saudara. Meski pembagian ini berisiko memunculkan konflik internal, situasi tetap terkendali. Namun, stabilitas itu tidak berlangsung lama setelah generasi berikutnya naik tahta.
Perpecahan mulai muncul pada era Yahya II, ketika konflik keluarga mengganggu stabilitas internal. Dinasti Idrisiyah semakin melemah karena adanya perebutan kekuasaan dan tidak adanya pemimpin yang kuat. Pada titik tertentu, mereka menghadapi ancaman dari kelompok Khawarij Rustamiyah di Aljazair bagian barat. Meski serangan itu dapat diatasi, munculnya Dinasti Fatimiyah yang lebih besar dan kuat membuat posisi Idrisiyah semakin terdesak.
Serangkaian serangan dan lemahnya konsolidasi politik membuat Dinasti Idrisiyah kian rapuh pada abad ke-10 M. Fatimiyah, yang berkembang pesat di Afrika Utara, akhirnya mampu menaklukkan wilayah kekuasaan Idrisiyah. Pada 985 M, Dinasti Idrisiyah resmi jatuh ke tangan Fatimiyah, menandai berakhirnya salah satu dinasti tertua di Maghrib.
Meski berakhir secara tragis, Dinasti Idrisiyah meninggalkan warisan besar dalam sejarah Islam, khususnya dalam pembentukan identitas budaya dan politik Maroko. Fez berkembang sebagai pusat ulama, pedagang, dan kaum syurafa. Selain itu, penyebaran Islam yang mereka lakukan secara damai telah membentuk fondasi keberagamaan masyarakat Maghrib hingga berabad-abad kemudian.