Kisah Usamah bin Zaid: Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam
Almansors – Usamah bin Zaid lahir pada masa berat perjuangan dakwah, tujuh tahun sebelum hijrah. Namun, kelahirannya justru menjadi pelipur lara bagi Nabi Muhammad SAW. Putra dari Zaid bin Haritsah—anak angkat Nabi—dan Ummu Aiman—pengasuh beliau sejak kecil—menjadi simbol kedekatan emosional keluarga Nabi. Karena itulah, para sahabat ikut merasakan kebahagiaan ketika melihat Nabi gembira dengan hadirnya Usamah.
Meskipun berkulit hitam dan berhidung pesek seperti ibunya yang berasal dari Habasyah, Usamah tumbuh menjadi pribadi yang sangat dicintai Nabi. Bahkan Rasulullah SAW pernah berdoa sambil menggendong Usamah dan cucunya Hasan bin Ali: “Ya Allah, aku mencintai mereka, maka cintailah keduanya.” Doa itu menjadi bukti betapa Usamah begitu dekat di hati Rasul.
Seiring masuk masa remaja, Usamah memperlihatkan kecerdasannya, kebijaksanaannya, dan akhlak yang bersih. Ia menjaga martabatnya dengan sifat wara’, sehingga dihormati oleh semua sahabat. Jiwa kesatrianya tampak sejak kecil. Ia ingin ikut Perang Uhud, tetapi Rasulullah SAW menolaknya karena masih terlalu muda. Usamah menangis kecewa, namun pengalaman itu membentuk tekadnya.
Pada Perang Khandaq, Usamah kembali ingin ikut berjuang. Ia bahkan mengganjal kakinya agar tampak lebih tinggi. Usaha itu berhasil, dan Rasulullah mengizinkannya berjihad pada usia 15 tahun. Keteguhan itu kembali terlihat pada Perang Hunain, ketika ia berada di barisan terdepan bersama Abbas bin Abdul Muthalib, Abu Sufyan bin Harits, dan enam pejuang lain yang berhasil mengubah keadaan dari nyaris kalah menjadi kemenangan besar.
Baca Juga : Kematian Misteri Suku Dayak Kenyah: Kutukan Leluhur atau Operasi Rahasia?
Pada usia 18 tahun, Usamah turut serta dalam Perang Mu’tah. Di sinilah ia melihat langsung ayahnya, Zaid bin Haritsah, gugur sebagai syuhada. Setelah itu, komando berpindah ke Ja’far bin Abu Thalib yang juga gugur, lalu ke Abdullah bin Rawahah yang bernasib sama. Baru setelah itu Khalid bin Walid mengambil alih pasukan dan membawa kaum muslimin keluar dari kepungan Romawi. Pengalaman pahit itu membentuk ketangguhan Usamah sebagai calon pemimpin besar.
Pada tahun 11 H, menjelang wafatnya Rasulullah SAW, pasukan besar disiapkan untuk menghadapi Romawi di wilayah Al Balqa dan Benteng Al-Darum dekat Gaza. Rasulullah SAW menunjuk Usamah bin Zaid, yang masih berusia sekitar 18 tahun, sebagai panglima.
Penunjukan ini membuat sebagian sahabat terkejut karena di dalam pasukan terdapat tokoh besar seperti Abu Bakar, Umar, Sa’d bin Abi Waqash, dan Abu Ubaidah. Namun Rasulullah tetap teguh dengan pilihannya dan memerintahkan umat untuk mengikuti kepemimpinan Usamah.
Saat Nabi wafat, keberangkatan pasukan sempat tertunda. Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, sebagian kaum Anshar meminta agar panglima diganti dengan sahabat yang lebih tua. Abu Bakar menolaknya tegas:
“Demi Allah, aku tidak akan menurunkan panglima yang telah ditunjuk Rasulullah.”
Dengan demikian, Usamah tetap dipercaya memimpin pasukan besar kaum muslimin.
Usamah berangkat dengan strategi matang, menempatkan pasukan berkuda di Al Balqa dan Al-Darum. Serangan terarah itu berhasil memukul mundur pasukan Romawi. Di bawah kepemimpinannya, pasukan muslim membuka jalan bagi penaklukan wilayah Syam, Mesir, Afrika Utara hingga kawasan Laut Hitam pada masa berikutnya.
Usamah pulang ke Madinah membawa ghanimah sangat besar hingga dikatakan tidak pernah ada pasukan yang pulang seaman dan seberhasil pasukan Usamah. Ia kembali menunggangi pelana ayahnya, seolah menguatkan hubungan bakti dan pengabdian yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Usamah bin Zaid dikenang bukan hanya sebagai panglima termuda dalam sejarah Islam, tetapi juga sebagai teladan keberanian, ketakwaan, dan kesetiaan. Ia tumbuh dari kasih sayang Nabi hingga menjadi pemimpin perang yang disegani musuh besar Romawi.
Kisah hidupnya menunjukkan bahwa kemuliaan tidak ditentukan oleh usia atau latar belakang, melainkan oleh keimanan, keberanian, dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. Semoga perjalanan Usamah bin Zaid menjadi inspirasi bagi setiap generasi untuk berjuang dengan niat yang bersih dan hati yang teguh.