Ilustrasi Khalid bin Walid
Almansors – Khalid bin Walid merupakan salah satu sosok legendaris dalam sejarah Islam yang dikenal sebagai panglima perang tangguh. Julukannya sebagai “Pedang Allah yang Terhunus” bukanlah sekadar kiasan, melainkan refleksi dari kejeniusannya dalam strategi militer dan keberaniannya di medan laga. Tak pernah mencatat kekalahan dalam satu pun pertempuran yang ia pimpin, Khalid bin Walid menjadi simbol kemenangan dan kekuatan dalam sejarah jihad Islam.
Lahir dari suku Quraisy yang terpandang di Makkah, Khalid bin Walid awalnya merupakan penentang dakwah Rasulullah SAW. Bahkan, ia turut andil dalam kekalahan umat Islam pada Perang Uhud. Namun, dengan terbukanya pintu hidayah, ia memeluk Islam pada tahun ke-8 Hijriah dan segera menjadi bagian penting dari barisan kaum Muslimin. Perpindahan keyakinannya bukan sekadar simbolik. Setelah masuk Islam, Khalid membuktikan kesetiaannya dengan mengorbankan hidup dan kepiawaiannya dalam membela Islam. Sejak saat itu, tak satu pun pertempuran yang dipimpinnya berakhir dengan kekalahan, menjadikannya legenda yang dikagumi bahkan oleh lawan-lawannya.
“Baca juga: Kisah Nyata di Balik Film Veronica (2017): Tragedi Mistis Estefanía Gutiérrez Lázaro“
Keberhasilan Khalid bin Walid dalam banyak pertempuran sangat dipengaruhi oleh kemampuan strateginya yang luar biasa. Ia mampu membaca situasi perang secara cermat dan mengatur pasukan dengan efektif. Salah satu contoh paling mencolok adalah kemenangannya dalam Perang Mu’tah, di mana pasukan Muslim yang berjumlah jauh lebih sedikit berhasil bertahan dari kepungan pasukan Romawi yang sangat besar. Kepiawaian Khalid dalam mengatur siasat juga terlihat dalam Perang Yarmuk, salah satu pertempuran paling menentukan melawan Kekaisaran Bizantium. Berkat kepemimpinannya, umat Islam berhasil merebut Syam dan memperluas wilayah kekuasaan Islam secara signifikan.
Julukan ini diberikan langsung oleh Rasulullah SAW setelah peristiwa Perang Mu’tah. Penghormatan tersebut bukan sekadar karena keberanian Khalid di medan tempur, tetapi juga karena integritas dan pengorbanannya dalam membela agama. Julukan itu menunjukkan bahwa Khalid bukan hanya seorang prajurit, melainkan seorang panglima yang misinya terhubung langsung dengan misi kenabian. Seiring waktu, reputasi ini menjalar hingga ke berbagai wilayah. Bahkan musuh-musuhnya menyebut nama Khalid dengan rasa takut dan kagum, karena keberadaannya di medan perang sering kali mengubah jalannya sejarah.
Di bawah komando Khalid bin Walid, wilayah kekuasaan Islam berkembang pesat ke arah utara dan barat. Ia memainkan peran penting dalam menaklukkan wilayah-wilayah penting seperti Irak dan Syam, yang menjadi bagian dari pusat peradaban Islam di masa-masa berikutnya. Keberhasilan tersebut bukan hanya kemenangan secara militer, tetapi juga membuka jalan bagi penyebaran Islam melalui dakwah damai. Penduduk wilayah yang ditaklukkan pun banyak yang akhirnya memeluk Islam, kagum oleh ketertiban dan keadilan pasukan Muslim di bawah komando Khalid.
Meski tak pernah kalah dalam perang, Khalid bin Walid wafat bukan di medan pertempuran. Ia meninggal dalam keadaan sakit di Homs, Suriah, pada tahun 642 M. Dalam kata-kata terakhirnya, ia mengungkapkan kesedihan karena tidak mati syahid di medan perang meski telah mengikuti lebih dari seratus pertempuran. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bahwa ketulusan, keberanian, dan kecerdasan dapat mengubah sejarah. Hingga kini, nama Khalid bin Walid masih dikenang sebagai simbol kegemilangan militer dan semangat perjuangan dalam Islam.